Pernikahan Anak, Pernikahan Paksa, dan Pernikahan Dini (Child, Early, and Forced Marriage) serta Pengasuhan Anak yang Tidak Diharapkan
Indonesia menempati peringkat ke-8 dengan pernikahan dini tertinggi di dunia, dengan satu dari sembilan perempuan yang sudah menikah sebelum berusia 18 tahun. Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) 2016 melaporkan bahwa sekitar 25% gadis menikah sebelum berusia 18 tahun. Pernikahan dini ini akan merampas kesempatan mereka untuk melanjutkan pendidikan dan proses perkembangan masa remaja lainnya. Beberapa hal yang mungkin dialami pada pernikahan dini, seperti isolasi dari keluarga, teman, dan masyarakat. Mereka mungkin juga mengalami kekerasan, hinaan, dan pemerasan. Gadis yang menikah dini sering kali hamil saat mereka masih anak-anak, memicu risiko yang lebih besar terhadap kesejahteraan mereka dan juga bayinya.
Pada akhir 2019 pemerintah membuat amandemen pada Hukum Pernikahan (1974). Hukum tersebut menambah batas minimal usia pernikahan para perempuan dari 16 menjadi 19 tahun sehingga sejajar dengan usia laki-laki, yaitu 19 tahun, yang keduanya dengan ijin orang tua. Usia pernikahan, baik dari laki-laki maupun perempuan, yang bisa menikah tanpa ijin orang tua adalah 21 tahun.
Beberapa kasus CEFM (WHO, 2015):
- Pernikahan anak atau pernikahan dini
- Pernikahan paksa akibat konflik (seperti saat perang)
- Widow inheritance (praktik sosial dan budaya yang mana seorang janda diharuskan menikahi kerabat laki-laki dari almarhum suaminya
- Menikah dengan penculik atau pemerkosa
Apa saja faktornya (sebagian besar di Indonesia)?
- Tradisi dan Budaya: untuk meneruskan keturunan suatu ras
- Ekonomi: buruknya ekonomi pada keluarga memicu pernikahan dini paksa, sehingga anak tidak akan menjadi tanggungan ekonomi keluar lagi
Peran Budaya dan Gender
Peran gender merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada kebiasaan dan identitas dari jenis kelamin tertentu secara biologis, yang dapat diterima baik secara sosial maupun budaya. Di Indonesia, pemerintah menerapkan standar heteronormatif yang mana hanya ada dua gender, laki-laki dan perempuan. Namun, bagaimanapun, homoseksualitas dan waria ada dalam kehidupan masyarakat dan tidak bukan merupakan tindakan kriminal.
Indonesia masih memiliki masyarakat patriarki, yang mana perempuan diharapkan untuk memainkan peran tradisional bawahan sebagai anak perempuan/putri, istri, dan ibu. Sedangkan laki-laki diharapkan memainkan peran yang dominan sebagai putra, suami, dan ayah. Di beberapa budaya seperti Minangkabau dan Timor Barat mengadopsi sistem matrilineal yang mana perempuan bertanggung jawab atas urusan rumah tangga, sedangkan pria mengambil nama keluarga dari istrinya.
Hubungan Seksual, Isu Kesehatan dan Hubungan Keluarga
Masa remaja merupakan salah satu tahap penting dalam hidup siapa pun. Ini adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Selama tahap ini anak-anak mengalami banyak perubahan secara fisik, emosi, kecerdasan, kepribadian, dan perkembangan sosial. Anak-anak juga mulai mencari rekan sejawat. Beberapa dari mereka cukup penasaran untuk terlibat dalam kegiatan seksual dalam sebuah hubungan.
Meskipun bisa memenuhi kepuasan, mereka membutuhkan informasi mengenai bagaimana untuk melakukan hubungan seksual secara aman dan apa saja risiko jika mereka melakukannya. Kondisi hubungan keluarga dan konteks sosial memiliki peran signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja dan anak muda. Bagaimanapun, orang tua sering kali merasa kesulitan untuk mendiskusikan perilaku kesehatan seksual dengan anak-anak mereka. Terlibat dalam kegiatan seksual yang tidak terlindungi akan meningkatkan risiko terkena Penyakit Seksual Menular (STD/Sexually Transmitted Diseases).
Penyakit Seksual Menular dikenal juga sebagai Infeksi Seksual Menular atau STIs (Sexually Transmitted Infections. STD dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui kegiatan seksual seperti seks vaginal, seks oral, seks anal dan kontak fisik yang intim.
Bagaimanapun, STD dapat dicegah dengan cara:
- Menggunakan pelindung, seperti kondom
- Meningkatkan kesehatan pribadi seperti menjalani tes STD dan HIV, serta mendapatkan vaksin hepatitis B
- Hindari berbagi handuk dan pakaian dalam
- Cari bantuan jika kamu terjerat dalam perilaku penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol. Orang-orang yang berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan sering kali gagal melakukan seks secara sehat
Jika seseorang terkena STD, mereka memiliki risiko lebih besar untuk tertular HIV juga, dikarenakan keadaan dan perilaku seksualnya yang sama. Pada tahun 2018, ada 640.000 orang penderita HIV di Indonesia, 51% mengetahui status mereka dan hanya 17% yang mendapatkan perawatan (UNAIDS, 2020). Keluarga memainkan peran penting sebagai dukungan utama bagi orang terkasih mereka yang terkena STD dan HIV.
Ada beberapa tindakan positif yang dapat keluarga lakukan untuk mendukung anggota keluarganya yang tertular HIV:
- Komunikasi terbuka dan jujur antara orang tua dan anak mengenai HIV
- Didiagnosis sebagai penderita HIV bisa jadi merupakan kabar yang mengubah hidup mereka, dengarkan dan tawarkan dukungan untuk orang terkasihmu.
- Didik dirimu mengenai HIV, pengetahuan bisa memberdayakan
- Dorong mereka untuk mendapatkan pengobatan, serta dukunglah mereka untuk melakukan pengobatan rutin
- Jaga juga dirimu sendiri