Belajar
EN
Masyarakat dan Kesehatan Mental

Mengelola Perfeksionisme Maladaptif: Menantang Pikiran Merugikan

Konten ini dikembangkan bersama yang telah memberikan kontribusi keahlian mereka melalui proses peer review dan masukan khusus untuk memastikan informasi yang komprehensif dan akurat.

Di halaman ini
Sumber

Apa itu Perfeksionisme Maladaptif?

Perfeksionisme maladaptif didefinisikan sebagai rasa takut gagal yang luar biasa besar dan ketidakmampuan untuk menerima kesalahan, sekecil apa pun itu. Orang dengan perfeksionisme maladaptif sering kali menetapkan tujuan yang tidak realistis atau menuntut standar yang terlalu tinggi dari diri mereka sendiri. Ketika standar ini tidak tercapai, mereka merespons dengan kritik diri yang keras dan pola pikir menghukum.

Sebagai contoh, seorang perfeksionis maladaptif mungkin terus-menerus mengulang kembali sebuah proyek untuk memenuhi ekspektasi yang mustahil, yang akhirnya menyebabkan penundaan (prokrastinasi) dan tenggat waktu yang terlewatkan. Seiring waktu, siklus ini berkontribusi terhadap peningkatan stres, depresi, harga diri yang lebih rendah, dan kinerja yang memburuk.

Bab ini memperkenalkan strategi untuk membantu mengidentifikasi dan menantang pikiran otomatis yang memperkuat perilaku perfeksionistik.

Pikiran Otomatis

Pikiran otomatis adalah pikiran spontan yang muncul di pikiran kita tanpa kendali sadar. Untuk perfeksionis maladaptif, pikiran ini sering kali bersifat sangat kritis terhadap diri sendiri, kaku, dan negatif — dan memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan emosional.

Belajar mengenali pola pikir merugikan ini adalah langkah pertama yang penting untuk mengurangi dampaknya dan membebaskan diri dari perangkap perfeksionisme.

Hubungan antara Pikiran, Perasaan, dan Perilaku 

Ada kesalahpahaman umum bahwa peristiwa secara langsung menyebabkan reaksi emosional dan perilaku kita. Pada kenyataannya, cara kita memikirkan suatu peristiwa — yang kita kenal sebagai pikiran otomatis — memainkan peran utama dalam membentuk perasaan dan tindakan kita selanjutnya.

Contoh hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku dapat dilihat di bawah ini:

Peristiwa Mason mendapatkan nilai 85% di ujian Drake (seorang perfeksionis) juga mendapatkan nilai 85% di ujian
Pikiran "Wow, aku mendapat nilai bagus karena aku belajar keras!" "Wow, aku gagal. Seharusnya aku belajar lebih keras!"
Perasaan Ia merasa bangga pada dirinya sendiri dan bahagia Ia merasa kecewa karena tidak mencapai target 90% dan marah pada dirinya sendiri
Perilaku Ia memutuskan untuk merayakan kerja kerasnya dengan pergi bersama teman-teman Ia memutuskan bahwa nilainya tidak bisa diterima dan membatalkan rencana bertemu teman untuk tinggal di rumah dan belajar

Dalam respons Drake, kita dapat mengidentifikasi beberapa distorsi kognitif yang umum dalam perfeksionisme maladaptif:

  • Labelling (Memberi label): Menyebut dirinya "gagal."
  • Shoulding (Menggunakan kata seharusnya): Mempercayai bahwa ia seharusnya melakukan lebih banyak.
  • Mental filtering (Menyaring secara mental): Hanya fokus pada apa yang salah dan mengabaikan pencapaiannya.

Menantang Pikiran Berbahaya: Analisis ABC 

Mengidentifikasi situasi di mana pikiran otomatis negatif lebih mungkin terjadi dapat membantu kita mempersiapkan diri untuk meminimalkan pikiran dan kognisi yang berbahaya. Analisis ABC sering digunakan untuk membantu mencapai tujuan ini, dan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

A (activating event/peristiwa pemicu) Pertama, tuliskan situasi (peristiwa pemicu) yang membuat kamu merasa tidak bahagia atau kecewa terhadap diri sendiri.
B (beliefs/keyakinan) Kedua, coba ingat kembali pikiran otomatis (keyakinan) yang muncul segera setelah peristiwa tersebut.
C (consequences/konsekuensi) Terakhir, tuliskan tindakan yang kamu lakukan dan perasaan yang kamu alami (konsekuensi) sebagai hasil dari keyakinan tersebut.

Contoh: 

A (activating event/peristiwa pemicu) Gadis yang aku bimbing untuk pelajaran biologi mendapatkan nilai yang tidak memenuhi ambang batas yang diperlukan untuk diterima di program khusus.
B (beliefs/keyakinan) Aku berpikir bahwa aku bodoh dan percaya bahwa itu salahku dia tidak mencapai tujuannya. Aku merasa seharusnya gaya mengajarku lebih baik.
C (consequences/konsekuensi) Aku meminta maaf karena mengecewakannya, lalu menyerahkan surat pengunduran diri ke perusahaan bimbingan belajar tempat aku bekerja.

Sekarang setelah kamu berhasil mengidentifikasi pikiran negatif yang tidak membantu, penting untuk menggantinya dengan aspek positif dari situasi tersebut yang mungkin diabaikan pada saat itu. Dengan melakukan ini, kamu dapat menganalisis secara kritis seberapa realistis pikiranmu saat peristiwa itu terjadi dan apakah ekspektasimu terlalu tinggi.

Membuat jurnal pikiran tertulis akan membuat proses ini lebih mudah dilakukan dan memungkinkan kamu untuk kembali merujuk pada catatan tersebut di masa-masa sulit.

Contoh thought diary:

A Peristiwa Pemicu (Activating Event)

Ini bisa berupa kejadian nyata, situasi, bayangan mental, atau pemicu fisik.

Aku terlambat masuk kelas pagi ini.
B Keyakinan (Beliefs)

Tanyakan pada dirimu apa yang kamu pikirkan pada saat itu. Sorot pikiran yang paling mengganggu dan beri nilai seberapa besar kamu percaya pada pikiran itu (0-100).

Aku tidak percaya aku terlambat lagi.
Aku harus selalu datang tepat waktu setiap hari.
Aku begitu tidak berguna, malas, dan payah sampai-sampai tidak bisa melakukan hal sesederhana datang tepat waktu. (95%)
C Konsekuensi (Consequences)

Tuliskan bagaimana perasaanmu pada saat itu dan soroti emosi mana yang paling berhubungan dengan kejadian tersebut. Nilai intensitas emosi tersebut (0-100).

Kesal
Frustrasi
Kecewa (93%)

Ingat kembali sensasi fisik yang kamu rasakan pada saat itu dan tindakan apa yang kamu lakukan.

Aku merasa panas dan berkeringat
Dadaku terasa sesak
Gaya Berpikir Tidak Membantu (Unhelpful Thinking Styles)

Tuliskan gaya berpikir tidak membantu yang kamu kira kamu gunakan.

Melabeli diri sendiri (Labelling)
Harus dan Seharusnya (Musting)
Filter Mental (Mental Filter)
Pikiran Paling Mengganggu: Aku begitu tidak berguna, malas, dan payah sampai-sampai tidak bisa melakukan hal sesederhana datang tepat waktu.
Bukti yang Mendukung Pikiran Ini:

Aku terlambat 20 menit ke kelas
Aku belum memenuhi target-targetku minggu ini
Aku makan keripik dan tidak berolahraga
Bukti yang Membantah Pikiran Ini:

Aku punya catatan kehadiran terbaik di kelas
Aku selalu mengikuti perkembangan studi dengan baik
Aku biasanya makan sehat dan hanya sesekali ngemil

Contoh Mengganti Pikiran Negatif dengan Pikiran yang Lebih Realistis:

(Akan sangat membantu jika kamu membayangkan apa yang akan kamu katakan kepada temanmu jika mereka yang mengalami hal ini)

  • Terlambat ke kelas beberapa kali saja tidak berarti aku selalu malas.
  • Kadang-kadang ada hal-hal yang di luar kendalimu.
  • Terlambat ke kelas berarti aku bisa mengejar waktu tidur yang hilang karena belajar, dan itu penting untuk kesehatan.
  • Menghukum diri sendiri atas sebuah kesalahan tidak akan membuatku merasa lebih baik.
Pikiran Seimbang (Balanced thoughts):
Setelah meninjau bukti yang mendukung dan membantah pikiranmu yang paling mengganggu, serta mempertimbangkan beberapa pikiran yang lebih realistis, gantilah pikiran mengganggu tersebut dengan pikiran yang lebih membantu
Bagus bahwa aku ingin tepat waktu, tetapi aku juga bisa menunjukkan dedikasiku terhadap pendidikan dengan terus belajar dan tetap fokus selama kelas berlangsung.
Nilai Ulang Emosi Terkuat dari 0-100: 57%
Nilai Ulang Seberapa Benar Pikiran Mengganggumu dari 0-100: 45%

Fenn, K., & Byrne, M. (2013). The key principles of cognitive behavioural therapy. InnovAiT, 6(9), 579–585. https://doi.org/10.1177/1755738012471029

Flett, G. L., Hewitt, P. L., Blankstein, K. R., & Gray, L. (1998). Psychological distress and the frequency of perfectionistic thinking. Journal of Personality and Social Psychology, 75(5), 1363–1381. https://doi.org/10.1037/0022-3514.75.5.1363

Flett, G. L., Hewitt, P. L., & Martin, T. R. (1995). Dimensions of perfectionism and procrastination. In Procrastination and task avoidance: Theory, research, and treatment (pp. 113–136). Plenum Press. https://doi.org/10.1007/978-1-4899-0227-6_6

Fursland, A., Cooper, Z., & Steele, A. (2009). Perfectionism in Perspective. Centre for Clinical Interventions.

Hamachek, D. E. (1978). Psychodynamics of normal and neurotic perfectionism. Psychology: A Journal of Human Behavior, 15(1), 27–33.

Radhu, N., Daskalakis, Z. J., Arpin-Cribbie, C. A., Irvine, J., & Ritvo, P. (2012). Evaluating a Web-Based Cognitive-Behavioral Therapy for Maladaptive Perfectionism in University Students. Journal of American College Health, 60(5), 357–366. https://doi.org/10.1080/07448481.2011.630703

Rice, K. G., Ashby, J. S., & Slaney, R. B. (1998). Self-esteem as a mediator between perfectionism and depression: A structural equations analysis. Journal of Counseling Psychology, 45(3), 304–314. https://doi.org/10.1037/0022-0167.45.3.304