Pernah merasa butuh tempat untuk berbagi pikiran tentang topik2 yang berhubungan dengan kesehatan mental? 🤔
Seribu Tujuan mempersembahkan update terbaru: Mural ✨ sebuah ruang digital untuk mengutarakan suara dan pikiranmu
✨ Bagikan cerita dan pendatmu
💡 Dapatkan inspirasi dari pendapat orang lain
🌟 Menjadi bagian dari komunitas berpeduli kesehatan mental
Suaramu penting, dan punya tempat di sini. Kunjungi www.seributujuan.id/mural untuk menulis di mural bersama dengan ratusan orang lainnya! Mari lukis masa depan yang lebih cerah untuk kesehatan mental bersama-sama! 💚
Tahukah kamu?
Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah mengesahkan peraturan yang khusus mengatur tentang kesehatan jiwa loh!
Peraturan tersebut disusun dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2014. Salah satu hal yang dibahas dalam UU tersebut adalah istilah ODMK dan ODGJ. Sudah kenal dengan kedua istilah itu?
Jadi... kedua istilah tersebut bertujuan untuk menjelaskan perbedaan dari dua kondisi kejiwaan. Secara spesifik, ODMK merupakan singkatan dari Orang Dengan Masalah Kejiwaan. Menurut UU No. 18 tahun 2014, istilah ODMK merujuk pada orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Sedangkan ODGJ merupakan singkatan dari Orang Dengan Gangguan Jiwa yang merujuk pada orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang bermanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
“Satu hal yang perlu digarisbawahi dari kedua istilah tersebut adalah pada penggunaan kata "masalah" dan "gangguan".”
Perlu diingat bahwa kedua istilah tersebut bertujuan untuk menjelaskan saja, bukan sebagai acuan untuk memberi label atau mendiagnosis kondisi kejiwaan seseorang ya...!
Satu hal yang perlu digarisbawahi dari kedua istilah tersebut adalah pada penggunaan kata “masalah” dan “gangguan”. Apa perbedaannya? Ok, supaya lebih mudah mari kita gunakan analogi alat transportasi sehari-hari yaitu mobil dan/atau sepeda motor. Sekarang, kita ibaratkan alat transportasi itu sebagai kondisi kejiwaan kita. Saat kita berkendara dengan alat transportasi yang kondisinya baik, maka perjalanan kita akan terasa lancar. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sepanjang perjalanan kita akan menjumpai beberapa hambatan yang berpotensi membuat alat transportasi tersebut menjadi tidak berfungsi baik. Nah, ketika kita sudah merasa bahwa ada “masalah” terhadap alat transportasi tersebut, sebaiknya kita segera mencari pertolongan dari bengkel terdekat. Karena, apabila tidak segera ditangani, lama kelamaan “masalah” tersebut bisa berpotensi menjadi “gangguan” yang serius terhadap alat transportasi kita. Lama kelamaan, “gangguan” tersebut juga dapat mengganggu aktivitas kita karena menghambat mobilitas.
Sama seperti kondisi kejiwaan, bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali menjumpai masalah-masalah dalam hidup yang sulit sekali untuk dihindari. Disadari atau tidak, masalah tersebut berdampak juga pada kondisi kejiwaan kita. Sebelum masalah tersebut berkembang menjadi besar dan mengganggu fungsi kehidupan kita sehari-hari jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti konselor atau psikolog. Contoh konkretnya adalah ketika ada orang berinisial A yang menjadi korban bencana alam... bencana alam itu sendiri merupakan peristiwa yang sulit untuk dihindari dan berpotensi mengguncang kondisi kejiwaan seseorang. Kemungkinan A untuk mengalami masalah kejiwaan jadi lebih besar, seperti sedih yang berkepanjangan karena kehilangan anggota keluarga. Nah, apabila kondisi ini tidak segera dipulihkan, kesedihan yang berkepanjangan dapat menyebabkan A mengalami gangguan jiwa seperti depresi.
Pelajari kesehatan mental lebih lanjut di Seribu Tujuan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa