Baca dalam Bahasa Indonesia
Read in English

Menyelidiki hubungan antara depresi dan perubahan gaya hidup

Beberapa tahun terakhir, bukti ilmiah yang mengubah pengertian depresi secara ilmiah semakin banyak. Dulu depresi dimengerti sebagai ketidakseimbangan neurokimia yang mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan depresi. Riset terkini menunjukkan bahwa depresi juga dipengaruhi faktor-faktor terkait gaya hidup. Faktor-faktor tersebut, seperti pola makan dan olahraga tidak menyebabkan maupun menyembuhkan depresi secara langsung, tetapi berperan dalam memediasi perkembangan dan pengobatan depresi. Meskipun sifat hubungan antara pola makan, olahraga, dan depresi sekarang dapat ditentukan secara cermat, mekanisme langsung yang digunakan faktor-faktor cara hidup tersebut dalam berinteraksi dengan depresi masih tidak jelas, sebagian karena hubungan kompleks antara faktor-faktor ini dan riset yang masih terbilang baru. Riset di area ini masih berlangsung oleh ilmuwan-ilmuwan di berbagai penjuru dunia untuk lebih memahami faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap depresi.

Penelitian olahraga dan depresi

Studi ilmiah akhir-akhir ini telah memperluas pengertian kita mengenai kemampuan olahraga rutin untuk mempengaruhi kesehatan mental secara positif dan perannya terhadap mengurangi kemungkinan seseorang mengalami depresi dan perannya terhadap berkurangnya gejala depresi. Sebuah studi terhadap 50.000 wanita dalam jangka waktu sepuluh tahun menemukan bahwa wanita yang lebih aktif secara fisik memiliki risiko depresi yang lebih kecil. Lebih lagi, studi tersebut menemukan bahwa risiko depresi meningkat dengan tingkat olahraga yang rendah (Lucas, Mekary, Pan et al 2011). Meta-analisis terhadap hasil 11 percobaan klinis acak menemukan bahwa olahraga dapat membentuk bagian pengobatan depresi yang sangat efektif (Stathopoulou G. Powers MB. Berry AC et al. 2006). Dengan semakin banyaknya bukti-bukti yang menggarisbawahi efek positif olahraga terhadap depresi, pertanyaan mengenai seberapa membantunya olahraga muncul ke permukaan.

Sebuah studi menunjukkan bahwa keuntungan olahraga semakin mendatar setelah sekitar 3 jam olahraga per minggu (Hoffman BM. Baby MA. Craighead WE et al 2011), dan studi lain menunjukkan peningkatan olahraga sekecil apapun masih lebih baik daripada tidak olahraga sama sekali (Choi K. Chen CY. Stein M. 2019). Riset mengenai kaitan antara olahraga dan depresi masih berlangsung. Begitu pula pergerakan untuk memasukkan olahraga ke dalam strategi pengobatan. Jika anda depresi atau stres, mencari waktu untuk berolahraga dapat membantu anda merasa lebih sehat secara  fisik dan mental.

Jika anda merasa kesulitan mencari waktu, carilah teman yang bisa diajak berolahraga, karena mereka dapat memotivasi anda untuk berolahraga. Hal ini berlangsung dua arah dan jika orang yang anda sayangi mengalami depresi atau memiliki risiko depresi, merencanakan olahraga bersama (idealnya secara teratur) dapat menjadi cara yang sangat bagus untuk mendukung mereka melalui penyakit mental mereka. Olahraga yang panjang dan bersemangat paling baik, tetapi olahraga seringan apapun akan menyebabkan perubahan positif, sehingga sekedar berjalan kaki keliling saja dapat memberikan hasil positif untuk kesehatan mental.

"Riset terkini menunjukkan bahwa depresi juga dipengaruhi faktor-faktor terkait gaya hidup"

Penelitian diet dan depresi

Pengertian kita mengenai pola makan dan perannya dengan depresi berubah akhir-akhir ini dengan munculnya bukti peran usus terhadap produksi dan regulasi neurotransmitter. Sistem pencernaan dan mikrobioma bakteri yang tinggal di dalamnya mengontrol produksi dan inhibisi hormon-hormon seperti serotonin, yang merupakan hormon pengatur suasana hati yang kuat. Riset baru oleh Raes j et al (2019) memeriksa bioma usus 2000 individu. Para ilmuwan menemukan bahwa dua famili bakteri secara konsisten berkurang pada orang-orang yang mengalami depresi. Tim ilmuwan tersebut menemukan bahwa kemampuan mikroorganisme memproduksi neurotransmitter penting terkait dengan kualitas mental yang lebih baik dalam hidup. Pola makan membentuk lingkungan tempat bakteri usus tinggal. Dengan demikian, pola makan secara langsung mempengaruhi kemampuan bakteri usus kita untuk berfungsi dan bertahan hidup, dan kemudian mempengaruhi kemampuan mereka memproduksi neurotransmitter yang penting bagi fungsi tubuh kita. Pola makan yang berpusat pada sayur, buah, daging sapi, domba, ikan, dan gandum diasosiasikan dengan pengurangan kemungkinan depresi (Jacka FN. Pasco JA et al 2010), dan pola makan yang mengandung makanan yang diproses diasosiasikan dengan peningkatan kemungkinan depresi (Jacka FN. Pasco JA et al 2011).

Salah satu kekurangan riset saat ini adalah tidak ditentukannya efektivitas memperbarui pola makan seseorang yang sedang mengalami depresi. Meski demikian, pengertian kita terhadap usus dan perannya dalam depresi sedang berevolusi dan berdasarkan studi-studi saat ini ada kemungkinan besar pola makan akan berperan dalam pengobatan depresi di masa depan. Mengkonsumsi banyak sayur dan buah serta mengurangi asupan makanan olahan dapat membantu menjaga kesehatan bakteri usus kita dan mengurangi kemungkinan mengidap depresi. Meskipun belum dibuktikan riset ilmiah, pola makan sehat dapat membantu individu yang sedang bergumul dengan depresi.

Dengan berkembangnya pengertian kita terhadap depresi, menemukan bahwa perubahan langsung cara hidup terkait pola makan dan olahraga dapat berperan dalam menjaga kesehatan mental sangat menggiatkan. Saat sedang sibuk, pola makan dan olahraga sangat mudah ditinggalkan. Hal ini sungguh terjadi terutama pada individu yang menderita masalah kesehatan mental. Memahami bahwa kedua faktor ini sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik berarti individu memiliki kekuatan untuk mengambil langkah-langkah sederhana untuk memperbaiki kesehatan mental mereka.


Pelajari depresi dan lebih lanjut tentang kesehatan mental di Seribu Tujuan

Choi K. Chen CY. Stein M. (2019) Assessment of bidirectional relationships between physical activity and depression among adults A 2-sample mendelian randomisation study. JAMA Psychiatry. Published online January 23 2019 doi:10.1001/jamapsychiatry.2018.4175

Hoffman BM. Baby MA. Craighead WE. Sherwood A. Doraiswamy PM. Coons MJ. Blumenthal JA.  (2011) Exercise and pharmacotherapy in patients with major depression: one-year follow up of the smile study. Psychosomatic Medicine Volume 73 issue 2

Jacka FN. Pasco JA. Mykleturn A. Williams LJ. Hodge AM. O’Reilly SL. Nicholson GC. Kotowicz MA. Berk M (2010) American Journal of Psychiatry Volume 167 issue 3

Jacka FN. Pasco JA. Mykletun A. Williams LJ. Nicholson GC. Kotowicz MA. Berk M. (2011) Diet quality in bipolar disorder in a population based sample of women. Journal of Affective Disorders. Volume 129 issues 1-3

Lucas, M. Mekary R. Pan A. Mirzaei F. O’Reilly EJ. Willett WC. Koenen K. Okerekee OI. Ascherio A. (2011) Relation between clinical depression risk and physical activity and time spent watching television in older women: a 10 year prospective follow up study. American Journal of Epidemiology, Volume 174, Issue 9

Stathopoulou G. Powers MB. Berry AC. Smits JA. Otto MW. (2006) Exercise interventions for mental health: a quantitative and qualitative review. Clinical Psychology Science and Practice Volume 13 Issue 2