Baca dalam Bahasa Indonesia
Read in English

Kebenaran dibalik Sindrom Tourette: Pelajaran dari It’s Okay, That’s Love

Lee Kwang Soo sebagai Park Soo Gwang dengan Sindrom Tourette. https://www.dkpopnews.net/2014/07/lee-kwang-soo-impresses-with-perfect.html

Suatu waktu sebuah drama korea mengangkat cerita tentang seorang laki-laki dengan sindrom Tourette yang berjuang untuk mencintai dirinya sendiri dan menjalani hidup yang normal. Drama korea yang berjudul “It’s Okay, That’s Love” dipublikasikan pada tahun 2014. Dalam drama tersebut, karakter dengan sindrom Tourette diperankan oleh Lee Kwang Soo sebagai Park So Gwang. Tapi, drama korea tidak nyata. Bagaimana realita seseorang dengan sindrom Tourette sesungguhnya?

Kita akan membahas sindrom Tourette lebih dalam dalam artikel ini.

Apa yang harus kamu ketahui tentang sindrom Tourette?

Sindrom Tourette adalah suatu gangguan neuropsikiatri. Sindrom ini dikarakteristikkan dengan lebih dari satu tik motorik dan minimal satu tik vokal yang muncul bersamaan dengan perjalanan penyakitnya yang biasanya mengalami peningkatan dan penurunan seiring berjalannya waktu. Tik sendiri berarti gerakan yang tiba-tiba, singkat, tidak bertujuan, dan tidak disadari, disebabkan oleh faktor genetik atau ketidakseimbangan neurokimia otak. Oleh karena ini, sindrom Tourette dikenal sebagai gangguan gerakan neurologis. Tapi mengapa sindrom ini dimasukkan sebagai gangguan psikiatri? Nah, hal ini disebabkan sindrom Tourette menunjukkan gejala yang juga termasuk gejala gangguan kejiwaan. Alasan lainnya, sindrom Tourette sering kali ditemukan ada bersama gangguan kejiwaan lainnya seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dan gangguan obsesif kompulsif.

Seperti apa sih gejala tik sindrom Tourette? Contoh gejala tik sindrom Tourette sangat baik digambarkan dalam karakter Park So Gwang. Gejala tik yang dialami seorang dengan sindrom Tourette sangat bervariasi terjadi pada kepala, badan, tangan, hingga kaki. Tik motorik dapat berupa gerakan sederhana dan kompleks, dari mengedipkan mata, mengecapkan bibir, mengangkat bahu, meringis sampai melemparkan kepala. Sedangkan tik vokal sederhana dapat berupa batuk, mendengkur, berteriak, menggonggong, mengendus, membersihkan tenggorokan, atau menangis dan tik vokal kompleks dapat berupa sumpah serapah, mengulang kata, mengulang kata terakhir, atau hal-hal lainnya yang tidak pantas secara sosial namun tidak cabul.

Penting untuk diingat, menurut penelitian, sindrom Tourette menunjukkan faktor penurunan genetik yang banyak ditemukan dari seluruh kasus. Sindrom ini juga banyak ditemukan utamanya pada laki-laki. Biasanya, sindrom ini ditemukan berawal dari masa anak-anak atau remaja.

Hidup dengan sindrom Tourette : Di salah pahami karena koprolalia dan kopropraksia

Seorang dengan sindrom Tourette menderita akibat gejalanya. Salah satunya dalam hal sosial. Gejala yang paling memalukan yaitu koprolalia dan kopropraksia. Apa itu koprolalia dan kopropraksia? Keduanya adalah ekspresi yang tidak disadari yang tidak dapat diterima secara sosial, tapi perbedaannya koprolalia berupa kata-kata dan kopropraksia berupa sikap.

Sedihnya, bagi seorang dengan sindrom Tourette, munculnya gejala koprolalia atau kopropraksia dalam situasi sosial dapat menyebabkan suasana tiba-tiba berubah canggung, menimbulkan rasa malu, hingga berujung kesalahpahaman. Gejala-gejala ini bukan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh individu, bahkan akan semakin parah dengan semakin meningkatnya stres.

Beberapa studi meneliti kualitas hidup individu dengan sindrom Tourette, secara sosial, sindrom ini menimbulkan dampak negatif dalam hubungan keluarga, pertemanan, dan interpersonal individu. Sebagai tambahan, suatu studi kohort melaporkan masalah terkait dengan hubungan keluarga sebanyak 29%, kesulitan dalam membuat pertemanan sebanyak 27%, dan terlalu sadar diri sebanyak 15% pada individu dengan sindrom Tourette berusia 16 hingga 54 tahun.

Koprolalia dan kopropraksia juga dapat menjadi peringatan untuk gejala yang sudah memberat. Ini juga dapat berarti disfungsi yang lebih luas sudah terjadi di otak. Ke depannya, gejala ini mungkin dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik yang berhubungan dengan kualitas hidup.

Harapan untuk individu dengan sindrom Tourette

Sindrom Tourette dapat menghilang sendirinya seiring berjalannya waktu, seiring bertambahnya usia. Walaupun seorang dengan sindrom Tourette mengalami banyak tantangan dalam bertemu orang baru, berjejaring lebih luas, dan mencari pekerjaan masa depan, kebanyakan dari mereka mempunyai pertemanan yang suportif. Jadi, tetap semangat dan jangan putus asa hanya karena kamu mempunyai sindrom Tourette.

Pentingnya mencari bantuan profesional

Masih banyak individu dengan sindrom Tourette tidak memeriksakan diri kepada profesional. Mungkin orang masih berpikir bahwa petugas kesehatan profesional memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai kondisi individu dengan sindrom Tourette. Mungkin orang berpikir individu dengan sindrom Tourette nantinya juga akan dapat tumbuh dan beradaptasi dengan gangguannya. Hal-hal seperti ini yang biasanya menyebabkan beberapa orang tidak mencari diagnosis pasti kepada profesional. Padahal, saat ini, petugas kesehatan profesional sudah sangat maju dengan begitu banyak pengetahuan dan penelitian seputar sindrom Tourette. Semakin cepat seorang individu dengan sindrom Tourette dibawa kepada profesional, semakin cepat diagnosis pasti yang dapat ditegakkan dari individu tersebut.

Mungkin juga ada yang berpikir, seorang dengan sindrom Tourette yang mengalami tik tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan hanya diberikan jika gejala sudah mengakibatkan masalah signifikan pada fungsi sehari-hari seorang tersebut. Namun, pemeriksaan oleh profesional dapat membantu mencari tahu adanya gangguan lainnya, baik fisik maupun kejiwaan, yang biasanya menyertai sindrom Tourette. Begitu juga, sebenarnya penilaian pemburukan fungsional memerlukan penilaian profesional.

Müller N. (2007). Tourette's syndrome: clinical features, pathophysiology, and therapeutic approaches. Dialogues in clinical neuroscience, 9(2), 161–171. https://doi.org/10.31887/DCNS.2007.9.2/nmueller

Jones, K., Saylam, E., & Ramphul, K. (2021). Tourette Syndrome And Other Tic Disorders. Ncbi.nlm.nih.gov. Retrieved 13 June 2021, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499958/.

Mittal S. O. (2020). Tics and Tourette's syndrome. Drugs in context, 9, 2019-12-2. https://doi.org/10.7573/dic.2019-12-2

Greydanus, D. E., & Tullio, J. (2020). Tourette's disorder in children and adolescents. Translational pediatrics, 9(Suppl 1), S94–S103. https://doi.org/10.21037/tp.2019.09.11

Shprecher, D., & Kurlan, R. (2009). The management of tics. Movement disorders : official journal of the Movement Disorder Society, 24(1), 15–24. https://doi.org/10.1002/mds.22378

Kobierska, M., Sitek, M., Gocyła, K., & Janik, P. (2014). Coprolalia and copropraxia in patients with Gilles de la Tourette syndrome. Neurologia i neurochirurgia polska, 48(1), 1–7. https://doi.org/10.1016/j.pjnns.2013.03.001

Eapen, V., Cavanna, A. E., & Robertson, M. M. (2016). Comorbidities, Social Impact, and Quality of Life in Tourette Syndrome. Frontiers in psychiatry, 7, 97. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2016.00097

Eapen, V., Snedden, C., Črnčec, R., Pick, A., & Sachdev, P. (2016). Tourette syndrome, co-morbidities and quality of life. The Australian and New Zealand journal of psychiatry, 50(1), 82–93. https://doi.org/10.1177/0004867415594429

What Makes Them Tic? The Facts about Tourette Syndrome - Tourette Association of America. Tourette Association of America. (2021). Retrieved 13 June 2021, from https://tourette.org/what-makes-them-tic-the-facts-about-tourette-syndrome/.