Baca dalam Bahasa Indonesia
Read in English

Meditasi - Sebuah Kunci untuk Mencapai Mindfulness

Mindfulness.

Satu kata yang baru saya ketahui sekitar bulan Januari 2018 dan kini menjadi pegangan hidup saya.

Saat itu memasuki tahun 2018, pikiran saya tak karuan. Saya putus dengan pacar saya. Saya harus mempersiapkan diri untuk segala ujian yang akan saya hadapi mulai dari USBN hingga SBMPTN. Saya juga mengalami bullying di sekolah. Ditambah lagi saya mengalami konflik dengan seorang teman. Saya tidak bisa tenang saat itu. Saya sangat lelah baik fisik maupun mental. Saya merasa tidak bahagia dengan hidup saya dan saya tidak bisa fokus dalam mengerjakan apapun, terutama setelah putus dari pacar saya. Saya merasa sangat putus asa. Saya merasa dialah support system saya ketika saya tertekan menghadapi bullying (saya tidak berani menceritakan masalah bullying kepada keluarga).

Saya sangat merasa putus asa hingga saya mencari cara untuk kembali bersama kepada pacar saya. Salah satunya adalah meditasi Law of Attraction. Saya menemukan banyak meditasi Law of Attraction di Youtube. Bahkan ada orang yang menjanjikan bahwa dengan melakukan meditasi selama tiga bulan, kita akan berhasil mendapatkan orang yang kita inginkan. Saya tertarik dengan hal tersebut dan saya mencobanya. Tiga bulan kemudian saya tetap tidak kembali bersama dengan mantan saya. Namun saya mendapatkan hal yang jauh lebih berharga : ketenangan batin dan kebahagiaan.

Selama tiga bulan, banyak hal yang saya pelajari dari meditasi. Kebahagiaan datang dari diri sendiri bukan dari orang lain. Memang terdengar klise tapi memang seperti itu kenyataannya. Kebahagiaan tercipta ketika kita mulai mencintai dan menerima diri kita sendiri. Ketenangan batin tercipta ketika kita sadar dengan diri kita dan sekitar kita, ketika kita menjadi mindful dengan segala yang ada.

Ketika melakukan meditasi ada beberapa poin penting yang saya garis bawahi:

1. Temukan posisi ternyaman
Meditasi tidak harus dilakukan dengan duduk bersila, dalam posisi berbaring pun juga bisa. Letakkan kedua tangan di dada dan fokus pada daerah tersebut, bayangkan ada sumber energi kehidupan di sana.

2. Pejamkan mata. Lebih mudah untuk fokus ketika memejamkan mata.

3. Hitung nafas secara perlahan hingga tubuh benar-benar rileks. Sadari nafasmu.

4. Setelah itu dapat dilakukan afirmasi diri (self-affirmation)  atau visualisasi.
Pada saat pertama mengenal meditasi, saya lebih banyak menggunakan afirmasi diri karena saya tidak percaya diri akibat bullying. Saya mengawali afirmasi diri dengan menyebutkan nama saya supaya saya benar-benar sadar tentang diri saya. Setelah itu saya mengucapkan kalimat-kalimat yang menunjukkan kelebihan, kebaikan, dan hal-hal positif yang ada pada diri saya. Ini bertujuan untuk mengingatkan diri kita kalau kita memiliki banyak hal positif untuk disyukuri ketimbang hanya berfokus pada kekurangan kita. Setelah itu dilanjutkan dengan menyebutkan hal-hal yang ingin kita peroleh dalam hidup tetapi menyebutkannya dengan waktu saat ini, tanpa ada kata “akan” atau “ingin”, sama seperti mengucapkan afirmasi diri.

Contoh: “Saya Tika (menyebutkan nama). Saya ramah. Saya rajin. Saya penyayang binatang. Saya pendengar yang baik, dan seterusnya (menyebutkan afirmasi diri). Saya bahagia dengan hidup saya. Saya dicintai. Saya mendapat dukungan dari teman dan keluarga, dan seterusnya (menyebutkan hal-hal yang diharapkan terjadi dengan keyakinan bahwa hal-hal tersebut memang terjadi).

Afirmasi diri dapat dilakukan dengan mengatakannya secara lantang maupun bisik-bisik.

Selain self-affirmation, saya melakukan visualisasi. Saya memvisualisasikan suatu kejadian atau peristiwa. Visualisasi tidak sama dengan berimajinasi. Visualisasi dilakukan dengan membayangkan suatu kejadian sespesifik dan sedetail mungkin. Yang divisualisasikan adalah tempatnya, dengan siapa, bunyi-bunyian apa yang ada, bau, bahkan sentuhan.

5. Terakhir meditasi ditutup dengan menghitung nafas kembali dan buka mata secara perlahan.

Jika kamu orang yang sibuk, tak perlu khawatir. Meditasi tidak harus dilakukan dengan duduk bersila dan mengucapkan self-affirmation. Kunci dari mindfulness adalah “sadar” and “hadir”. Meditasi dapat dilakukan dengan cara sederhana seperti menghitung tarikan nafas, menghitung langkah, mengobservasi lingkungan, yang dapat dilakukan bahkan saat makan. Saat sedang berjalan, kamu bisa mengucapkan dalam hati hitungan-hitungan seperti “satu, dua, satu, dua” atau “kanan, kiri, kanan, kiri”. Meditasi pernafasan pun juga seperti itu. Saat bernafas kamu juga bisa menghitung dengan “satu, dua, tiga, empat” atau “Tarik.. Buang..”.

Saat sedang makan pun meditasi dapat dilakukan dengan observasi dan deskripsi. Perhatikan baik-baik apa yang akan kamu makan. Bagaimana bentuknya? Seperti apa warnanya? Bagaimana teksturnya? Seperti apa baunya? Saat kamu memakannya kunyahlah secara perlahan dan deskripsikan rasa, tekstur, bahkan perasaanmu ketika memakan makanan tersebut. Meditasi dapat dilakukan dalam segala situasi dengan cara sesederhana mengobservasi dan mendeskripsikan dalam hati. Dengan begitu, kamu akan lebih sadar dengan keadaan sekitar, dirimu sendiri, dan kehidupan yang sedang kamu jalani. Dengan menjadi lebih sadar, kita menjalani hidup dengan lebih santai dan tidak selalu terburu-buru dan sibuk dengan segala sesuatu yang berkecamuk dalam pikiran kita.

Setelah tiga bulan melakukan praktik meditasi, saya merasa jauh lebih baik. Saya bisa menghargai dan mencintai diri saya. Saya bisa tetap percaya diri bahkan ketika mengalami bullying. Saya tetap bahagia ketika ditinggalkan pacar saya. Saya tetap santai dan tidak stress saat akan menghadapi segala macam ujian kelulusan maupun ujian masuk universitas. Saya merasa praktik meditasi ini sangat baik dan sangat mengubah hidup saya. Saya pun memutuskan untuk melakukannya setiap hari dan setiap saat. Meditasi mengajarkan saya untuk menghargai makanan yang saya makan. Meditasi mengajarkan saya untuk mensyukuri setiap tarikan nafas saya. Dan yang terpenting adalah meditasi mengajarkan saya untuk bahagia dan menikmati hidup sekalipun diterpa masalah.


Pelajari mindfulness lebih lanjut di Seribu Tujuan

Beach, S. R. 2017. Is mindfulness a religion?. https://www.huffpost.com/entry/is-mindfulnes-a-religion_n_6136612/amp?guccounter=1, diakses 3 Juni 2019.

Doty, J.R. 2016. Into The Magic Shop: Neurosurgeon’s Quest to Discover the Mysteries of the Brain and the Secrets of Heart. Avery, New York: 1—276.

Ergas, O. 2014. Mindfulness in education at the intersection of science, religion, and healing. Critical Studies in Education 55(1): 58–72, http://dx.doi.org/10.1080/17508487.2014.858643

Headspace. 2019. What is mindfulness?. https://www.headspace.com/mindfulness, diakses 30 Mei 2019.

Koenig, H.G. 2009. Research on Religion, Spirituality, and Mental Health: A Review. The Canadian Journal of Psychiatry, 54(5): 283—291.

Lim, D., P. Condon, & D. DeSteno. 2015. Mindfulness and Compassion: An Examination of Mechanism and Scalability. PLoS ONE 10(2): 1—8. doi:10.1371/journal.pone.0118221

Selva, J. 2017. History of Mindfulness: From East to West and From Religion to Science. https://positivepsychologyprogram.com/history-of-mindfulness/, diakses 30 Mei 2019.